Budaya Politik Masyarakat
Ada beberapa penyebab mengapa budaya politik dalam masyarakat tidak berkembang. Fakta yang terlihat di dalam masyarakat Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia menganut budaya politik yang bersifat parokial kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di pihak lain.
Ikatan Primordialisme kuat
Sikap ikatan primodalisme masih sangat mengakar dalam masyarakat Indonesia. Masih kuatnya paternalisme dalam budaya politik Indonesia menjadikan pola orientasi dan sikap politik masyarakat bersifat patronage. Hal ini nampak dalam pola-pola perilaku masyarakat termasuk pula dalam perilaku birokrat dan elite politik.
Nilai-nilai yang dianut masyarakat telah membatasi dirinya untuk tidak bebas bergerak, termasuk dalam pengambilan keputusan di bidang politik baik pada aras pemerintahan pusat maupun di daerah.
Benturan-benturan nilai yang terjadi relatif tidak bisa berkolaborasi secara positif dengan etika dan prinsip-prinsip demokrasi modern.
Politik Balas Jasa
Warga masyarakat telah terpolakan dalam budaya sungkan, dan ewuh pakewuh. Politik balas jasa adalah bagian yang telah menyatu dalam diri mereka dan membatasi diri dalam menyalurkan aspirasi politiknya. Ini menjadikan tidak berkembangnya budaya politik.
Krisis Keteladanan
Terdapat berbagai penyebab mengapa budaya politik masyarakat tidak berkembang secara konstruktif atas sistem politik demokrasi di Indonesia, salah satunya adalah terjadinya krisis keteladanan dalam kaderisasi kepemimpinan dalam masyarakat sosial dan masyarakat politik.
Krisis keteladanan menjadi salah satu penyebab muramnya wajah perpolitikan di tanah air. Buktinya adalah betapa sulitnya kita menemukan sosok pemimpin yang mampu menjadi panutan bagi setiap masyarakat.
Pada setiap momen dimana proses pergantian pemimpin politik (negara) maupun daerah, melalui pemilu maupun pilkada, maka sudah dipastikan tidak ada sosok yang mampu menjadi panutan masyarakat.
Baca Juga
Rendahnya keteladanan pemimpin bagi rakyatnya mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan masyarakat. Kondisi seperti ini berimbas pada hilangnya legitimasi penguasa itu sendiri.
Jika dalam penyelenggaraan politik dan pemerintahan sudah tidak dimilikinya legitimasi maka sudah dipastikan akan terjadinya pola hubungan disharmonis antara masyarakat warga negara dan pemerintah atau wakil politik yang terpilih.
Hanya pemerintah atau wakil lembaga politik yang memiliki komitmen dan berjiwa teladanlah yang dipastikan akan membawa pada harmonisnya penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk membangun keteladanan sebagai wujud dari gerakan budaya politik Indonesia, maka diperlukan sikap dari para elite politik, pejabat negara dan tokoh-tokoh yang duduk pada lembaga tinggi maupun lembaga publik di tingkat daerah.
Proses membangun kualitas keteladanan para pelaku politik tersebut tidak bisa berlangsung secara instan, karena harus terpolakan dan tersistematisasikan secara baik. Hal tersebut jelas memerlukan upaya serius dari berbagai komponen bangsa dan para pengambil keputusan.