Tugas : UAS Supervisi Pendidikan

Supervisi pendidikan

Pendidikan dan supervisi pendidikan seperti halnya dengan program atau aktivitas lainnya yang berkaitan dengan manusia tentu merupakan suatu hal yang kompleks khususnya berkenaan dengan pendekatan demi mensukseskannya.

Tugas anda suatu pendekatan yang patut dipertimbangkan adalah pendekatan budaya (cultural approach)
  1. Coba buatlah analisis yang mengaikatkan dengan konsep- konsep tentang nilai – nilai budaya (misalnya jawa) yang dapat atau penting diterapkan dalam praktek – praktek supervisi pendidikan saat ini maupun kemungkinan kedepan.
  2. Dapatkah pendekatan budaya tersebut disinkronkan dengan pendekatan yang lain, misalnya ilmiah, otoritas, dan lainnya.
Jawab
  1. Nilai adalah sesuatu yang menyangkut baik dan buruk. Pepper (dalam Djajasudarma, 1997: 12) menyatakan bahwa batasan nilai mengacu pada minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban, agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, atraksi, perasaan, dan orientasi seleksinya.

    Oleh sebab itu, segala sesuatu yang baik dan buruk dapat disebut sebagai nilai. Sistem nilai termasuk nilai budaya dan merupakan pedoman yang dianut oleh setiap anggota masyarakat terutama dalam bersikap dan berprilaku juga menjad patokan untuk menilai dan mencermati bagaimana individu dan kelompok bertindak dan berprilaku.

    Jadi, sistem nilai dapat dikatakan sebagai norma standar dalam kehidupan bermasyarakat.

    Bahasa menampakan sistem klasifikasi yang dapat digunakan untuk menelusuri praktik-praktik budaya dalam suatu masyarakat. Model-model budaya yang dimaksudkan di sini mencakup mentalitas kerja, persepsi, sikap, prilaku, etika, dan moral.

    Kebudayaan menentukan bahasa. Artinya segala perilaku manusia dalam suatu masyarakat akan menentukan bahasa yang digunakan.

    Jika dikaitkan dengan dengan praktek supervisi pendidikan, maka nilai budaya khususnya jawa harus dijadkan semboyan dan pandangan hidup agar tugas yang dijalankanya dapat berjalan dengan baik karena diiringi dengan sikap-sikap yang arif dan bijaksana.

    Sikap dan pandangan itu antara lain ialah seorang pengawas harus dapat hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku diartikan sebagai sikap dan pandangan yang harus berani bertanggung jawab terhadap kewajibannya.

    Hamengku diartikan sebagai sikap dan pandangan yang harus berani ngrenkuh (mengaku sebagai kewajibanya) dan hamengkoni yaitu selalu bersikap berani melindungi dalam segala situasi.

    Jadi seorang pengawas harus selalu berani bertanggung jawab, mengakui bahwa pembimbingan terhadap guru sebagai bagian dari hidupnya dan setiap saat harus selalu melindungi dalam segala kondisi dan situasi.

    Ungkapan yang paling populer dalam dunia pendidikan adalah ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutu wuri handayani.

    Ungkapan ini juga berasal dari bahasa jawa dan mengandung nilai-nilai yang sangat baik untuk panutan seorang pengawas pendidikan.

    Apabila seorang benar-benar ingin disebut sebagai seorang supervisor atau pengawas , dia harus selalu berada didepan untuk memberikan contoh yang baik dalam bentuk sikap, ucapan, dan tindakan yang selalu konsisten kepada guru dalam meningkatkan kualitas pembelajran.

    Manakala seorang pengawas berada ditengah-tengah guru, di harus mangun karsa (memberi semangat) agar guru tidak mudah putus asa jika menghadapi segalam macam cobaan terutama terkait masalah pembelajaran.

    Ketika dia ada dibelakang dia harus selalu tut wuri handayani (mau mendorong) agar guru selalu maju. Ketika seorang pengawas memiliki sikap dan pandangan hidup yang baik, guru akan selalu melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani.

    Artinya segala prestasi yang dicapai dalam pembelajaran akan selalu dijaga oleh guru dengan baik karena guru merasa ikut memiliki melu handarbeni, dan jika ada orang lain yang akan merusak tatanan yang sudah mapan, guru juga akan ikut membela melu hangrungkebi.

    Namun, semua itu dilakukan setelah mengetahui secara pasti duduk persoalan mana yang benar dan mana yang salah dengan mulat sarira hangrasa wani (mawas diri).

    Berdasarkan pandangan di atas, seorang pengawas akan semakin berwibawa dan dapat menyelesaikan segala persoalan tanpa menimbulkan persoalan baru.

    Karena kewibawaanya itulah seorang pengawas memiliki kekuatan sehingga akan berani nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, artinya segala persoalan dapat diselesaikan sendiri dengan baik tanpa harus merendahkan martabat orang lain yang bermasalah dengan dirinya.

    Seorang pengawas sejati memiliki sikap dan pandangan weweh tanpa kelangan (memberi tanpa harus kehilangan sesuatu) karena seorang pengawas sugih tanpa bandha (kaya tanpa harta).

    Itulah beberapa ungkapan yang merupakan kearifan lokal dalam budaya jawa yang penuh dengan nilai-nilai luhur untuk seorang pengawas.
  2. Bisa karena akan saling melengkapi satu dengan yang lainya. Seperti integrasi pendekatan budaya jawa dengan pendekatan ilmiah dalam supervisi pembelajaran terkait erat dengan pengupayaan efektivitas pembelajaran.

    Pendekatan budaya merupakan pedoman berprilaku supervisor dalam menjalankan tugasnya sedangkan tujuan dari pendekatan ilmiah dalam supervisi pembelajara memberikan kerangka membantu supervisor dalam upaya meningkatkan pengajaran.

    Sehingga nilai budaya yang diyakini supervisor digunakan oleh supervisor bersama guru dalam melaksanakan eksperimentasi mengenai cara, prosedur-prosedur dan metode-metode baru dalam mengajar, dan melihat pengaruh seperti yang hal tersebut di atas terhadap kefektifan pembelajaran.

    Supervisi pembelajaran dengan pendekatan ilmiah hanya melihat tampilan-tampilan pembelajaran yang tampak sebagai keseluruhan peristiwa pembelajaran.

    Bagaimanapun jika kita mengatasi masalah dengan kurang sensitif dan mendalam tidak mungkin hanya dengan menggunakan metode ilmiah.

    Banyak temuan ilmiah mengemukakan konsep pembelajaran yang efektif dengan ukuran yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu adanya pendekatan yang dapat memberikan keleluasaan bagi supervisor untuk mengamati, merasakan,mengapresiasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

    Pendekatan yang dimaksud seperti pernyataan di atas adalah pendekatan budaya. Seorang supervisor akan mendapatkan hal yang berbeda meskipun dengan metode pembelajaran yang sama jika metode tersebut dilaksanakan pada sekolah atau kelas yang berbeda.

    Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya, misalnya lokasi sekolah, orang tua siswa, lingkungan masyarakat di sekitar sekolah, dan budaya organisasi.

    Pendekatan budaya dalam supervisi pembelajaran diperlukan agar menyadarkan pada kepekaan, persepsi, dan sebagai sarana seorang supervisor untuk mengapresiasi kejadian-kejadian yang bersifat halus.

    Pendekatan ilmiah dan pendekatan budaya dalam supervisi pembelajaran merupakan dua dimensi yang saling terintegrasi dan saling ketergantungan dalam program pengawasan yang efektif.

    Apabila pendekatan ilmiah dan pendekatan budaya dipadukan maka akan menghasilkan pengawasan yang komprehensif. Seorang supervisor dalam prakteknya akan mengalami persoalan yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi guru.

    Permasalahan itu timbul karena adanya interaksi sosial. Produk dari interaksi sosial akan menghasilkan nilai dan wacana baru. Nilai dan wacana baru akan dianalisis secara ilmiah dipadukan dengan pemikiran secara sensitif dan mendalam dengan pendekatan budaya.

Instrumen perjuangan tamansiswa adalah pendidikan, kebudayaan, dan kebangsaan dengan prinsip kekeluargaan, kebersamaan, dan tertib – damai.
  1. Terkait dengan esensi supervise pendidikan, coba kembangkan implementasi konsep perjuangan tamansiswa tersebut!
  2. Dengan cukup banyak variasi karakter dan permasalahan yang dihadapi oleh guru, coba kembangkan secara konseptual implementasi prinsip ajaran tamansiswa tersebut.
Jawab

  1. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan atau pengajaran merupakan suatu cara untuk menerimakan warisan kebudayaan bangsa dari leluhur dan mewariskannya kepada generasi muda.

    Pendidikan yang baik untuk suatu masyarakat yang mendiami suatu tempat haruslah bersumber dari kebudayaan masyarakat di tempat tersebut, sehingga kebudayaan mereka tidak hilang tergantikan dengan kebudayaan baru yang belum tentu cocok diterapkan kepada mereka, dan dengan demikian kebudayaan asli masyarakat tersebut akan terus tumbuh pada generasi yang akan datang.

    Berbagai bentuk kebudayaan asli dari berbagai daerah itulah yang kemudian disebut dengan kebudayaan nasional.
    Pengembangan kebudayaan di dalam Taman Siswa ini dilakukan dengan konsep TRIKON, yaitu: Kontinyu, Konvergen dan Konsentris.

    Kontinyu berarti kebudayaan itu harus terus berlanjut sehingga kebudayaan asli tidak hilang tergerus oleh zaman. Konvergen berarti bersikap terbuka terhadap perkembangan yang ada.

    Apabila ada pengaruh luar datang, tidak semerta merta ditolak tapi disaring terlebih dahulu ambil intisari yang baik dan dikembangkan bersama kebudayaan sendiri.

    Konsentris merupakan suatu keteguhan yang melandasi kebudayaan yang dikembangkan. Kebudayaan luar yang masuk dan berkembang tidak boleh menghilangkan ciri khas kebudayaan asli dan kebudayaan asli tetap menjadi pegangan dalam menghadapi dan menerima pengaruh kebudayaan luar.

    Berikut merupakan tujuh dari dasar-dasar TamanSiswa, termasuk lima dasar ”Pancadarma”, yaitu: 1) asas kemerdekaan, 2), asas kebangsaan, 3) asas kemanusiaan, 4) asas kebudayaan, dan 5) asas kodrat alam.

    Pertama, Pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi tuntunan di dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak-anak, agar kelak dalam garisgaris kodrat pribadinya dan pengaruh segala keadaan yang mengelilingi dirinya, anak-anak dapat kemajuan alam hidupnya lahir dan batin menuju ke arah adab kemanusiaan.

    Kedua, Kodrat hidup manusia menunjukkan adanya segala kekuatan pada mahluk manusia sebagai bekal hidupnya. Hingga dengan lambat-laun dapatlah manusia mencapai keselamatan dalam hidupnya lahir dan kebahagiaan dalam hidupnya batin, baik untuk diri pribadinya maupun untuk masyarakatnya.

    Ketiga, Adab kemanusiaan mengandung arti keharusan serta kesanggupan manusia, untuk menuntut kecerdasan dan keluhuran budi pekerti bagi dirinya, serta bersama-sama dengan masyarakatnya, yang berada dalam satu lingkaran alam dan zaman, menimbulkan kebudayaan kebangsaan yang bercorak khusus dan pasti serta tetap berdasar atas adab kemanusiaan sedunia, hingga berwujudlah alam diri, alam kebangsaan dan alam kemanusiaan yang saling berhubungan, karena bersamaan dasar.

    Keempat, Kebudayaan sebagai buah budi dan hasil perjuangan manusia terhadap kekuasaan alam dan zaman, membuktikan kesanggupan manusia untuk mengatasi segala rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan di dalam hidupnya bersama, yang bersifat tertib dan damai pada umumnya, khususnya guna memudahkan, memfaedahkan, mempertinggi dan menghaluskan hidupnya.

    Kelima, Kemerdekaan adalah syarat mutlak dalam tiap-tiap usaha pendidikan, yang berdasarkan keyakinan, bahwa manusia, karena kodratnya sendiri dan dengan hanya terbatas oleh pengaruh-pengaruh kodrat alam serta zaman dan masyarakatnya, dapat memelihara dan memajukan, mempertinggi dan menyempurnakan hidupnya sendiri; tiap-tiap perkosaan akan menyukarkan dan menghambat kemajuan hidup anak-anak.

    Keenam, Sebagai usaha kebudayaan, maka tiap-tiap pendidikan berkewajiban memelihara dan meneruskan dasar-dasar dan garis-garis hidup yang terdapat dalam tiap-tiap aliran kebatinan dan kemasyarakatan, untuk mencapai keluhuran dan kehalusan hidup dan kehidupan menurut masing-masing aliran yang menuju ke arah adab kemanusiaan.

    Ketujuh, Pendidikan dan pengajaran rakyat sebagai usaha untuk mempertinggi dan menyempurnakan hidup dan penghidupan rakyat, adalah kewajiban negara yang oleh pemerintah harus dilakukan sebaikbaiknya dengan mengingati atau memperhatikan segala kekhususan dan keistimewaan yang bertali dengan hidup kebatinan dan atau kemasyarakatan yang sehat dan kuat, serta memberi kesempatan pada tiap-tiap warga negara untuk menuntut kecerdasan budi, pengetahuan, dan kepandaian yang setinggi-tingginya menurut kesanggupannya masing-masing.
  2. Ki Hadjar Dewantara menciptakan lingkungan pendidikan yang disebut dengan “keluarga” di Taman Siswa, hal ini memang diperuntukkan agar terciptanya situasi dan kondisi pendidikan yang menyenangkan dan tertib.

    Layaknya sebuah keluarga di rumah, anak-anak dididik oleh orang tuanya mengenai budi pekerti, tata cara dan tingkah laku dalam pergaulan maupun pembelajaran agama.

    Keluarga merupakan sebuah lingkungan awal dari pemberian pendidikan kepada anak, dan tidak ada kesenjangan antara pendidik dengan anak didik sehingga hubungan yang selaras, bebas dan santun bisa tercipta.

    Bila lingkungan seperti ini sudah tercipta maka anak didik merasa nyaman dan aman sehingga proses pendidikan bisa diberikan dengan semestinya.

    Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan memiliki lingkungan-lingkungan yang disebutnya sebagai Tri Pusat Pendidikan. Lingkungan itu ialah: Lingkungan Keluarga, Perguruan dan Masyarakat.

    Lingkungan keluarga sebagai lingkungan awal pendidikan selayaknya rumah yang ditempati oleh orang tua dan anak, memberikan rasa aman dan nyaman sehingga pendidikan bisa diberikan dengan mudah melalui kedekatan emosional yang baik.

    Lingkungan perguruan, merupakan lingkungan yang diterapkan di Taman Siswa mengadopsi pola pendidikan keluarga. Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan di sekitar anak didik selain keluarga dan perguruan, disini anak didik belajar bersosialisasi, berorganisasi, gotong royong dan semangat kebersamaan.

    Pendidikan di Taman Siswa tidak akan berjalan jika para pendidiknya tidak ada, untuk itu dipersiapkanlah para pendidik yang mampu memberikan hak-hak anak didik, membiarkannya tumbuh berdasarkan kodratnya masing-masing dan menjalankan kegiatan belajar mengajar dengan tertib serta damai tanpa adanya kekerasan kepada anak.

    Ki Hadjar Dewantara lantas membentuk sistem among bagi pendidik di Taman Siswa. Secara arti kata among mengandung tiga pengertian yaitu momong yang berarti merawat dengan tulus ikhlas dan penuh kasih sayang, among yang berarti memberikan contoh yang baik kepada anak agar ia bisa tumbuh dan berkembang menjadi baik pula dan ngemong yang memiliki makna suatu proses pengamatan dan pengawasan terhadap anak agar ia tidak keluar alur.

    Sistem among inilah yang diterapkan kepada seluruh pendidik di Taman Siswa, sehingga mereka dijuluki sebagai pamong. Pamong-pamong inilah yang nanti mendidik anak dengan pengajaran yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan tetapi juga budi pekerti dan kebudayaan daerah.

    Selain itu pamong juga bertugas didalam mengawasi perilaku anak didik, jika dirasa salah atau tidak tepat maka pamong harus mengarahkan kembali ke arah yang benar dengan tanpa kekerasan terhadap anak didik.

    Ki Hadjar Dewantara juga menerapkan pola pengajaran dengan Kinder Spellen (permainan anak). Jenjang pendidikan yang pertama didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara ialah pendidikan untuk anak-anak.

    Sudah menjadi kodratnya bahwa anak-anak itu suka sekali bermain, untuk itu agar suatu proses transfer ilmu pengetahuan berjalan baik maka kegiatan belajar mengajar sebaiknya selaras dengan kodrat tersebut.

    Pamong jika hendak mengajarkan mengenai alam, maka pamong akan mengajak anak didiknya untuk pergi ke sawah dan mengajari mereka disana dan anak didik juga bisa langsung melihat apa yang sedang mereka pelajari sambil bermain.

    Metode ini sangat baik untuk menumbuhkan interaksi sosial antara anak didik dengan pamongnya dan melalui permainan seperti ini anak akan semakin berkembang kemampuannya baik itu pengetahuan maupun budi pekerti, tugas pamonglah yang mengatur agar semua hal tersebut bisa dilakukan.

    Setiap pamong pendidik sebagai pemimpin dalam proses pendidikan itu diwajibkan bersikap Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani. Ing ngarsa sung tuladha berarti di depan memberikan keteladanan.

    Pamong harus menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya. Ing madya mangun karsa berarti di tengah memberikan dorongan. Pamong menjadi penyemangat anak didik dalam usahanya untuk berkembang ke arah yang lebih baik.

    Tutwuri handayani berarti dibelakang memberikan dorongan agar anak berani dan mengarahkan mereka kejalan yang benar. Tutwuri handayani akhirnya menjadi selogan untuk pamong Taman Siswa tanpa melupakan dua selogan kepemimpinan lainnya.

    Tujuan pendidikan di Taman Siswa ialah agar si anak didik menjadi merdeka secara lahir dan batin, untuk itu posisi dibelakang diperlukan dalam pendidikan.

    Berjalan di belakang berarti memberi kebebasan kepada anak-anak untuk melatih mencari jalan sendiri sedangkan sebagai pendidik kita wajib memberi koreksi di mana diperlukan, misalnya bila sang anak menghadapi bahaya yang tidak dapat dihindarinya dengan pikiran atau tenaga sendiri.

    Pendidikan yang dharapkan menghasilkan berbagai hal yang baik kepada anak didik, tentu harus diberikan secara baik pula, tidak boleh ada paksaan dan hukuman yang diterima oleh anak didik.

    Ki Hadjar Dewantara menginginkan pendidikan yang (Orde en Vrede) tertib dan damai. Maka dari itu pendidikan yang beralaskan syarat “paksaan-hukuman-ketertiban” (regering-tucht en orde) itulah yang kita anggap memerkosa hidup kebatinan anak.

    Apabila anak didik melakukan kesalahan dan kekeliruan kita tidak boleh langsung menjatuhkan hukuman yang berat. Hal ini akan menyebabkan anak didik merasa tersakiti dan batinnya akan tersiksa. Hendaknya anak diberi tahu secara lembut dan diarahkan kepada hal yang seharusnya dilakukan, dengan demikian batin anak akan merasa damai dan tentram.

    Memaksakan ketertiban dengan menggunakan hukuman akan membuat jiwa anak tersakiti, hal ini sangat bertentangan dengan Taman Siswa yang menginginkan pendidikan yang berlangsung secara tertib dan damai.

    Jika sudah ada kedamaian di jiwa anak didik maka ketertiban akan dengan mudah diterapkan. Seperti orang tua yang mengingatkan kesalahan sang anak dengan halus dan baik, anak tidak akan tersakiti dan mau mengikuti saran dari orang tuanya dengan senang hati.
Share this article :
+
Terbaru
« Prev Post
Lawas
Next Post »
Disqus
Blogger
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments